Indonesian Culture and Ida Dayak

Ada yang sudah dengar tentang Ida Dayak yang baru-baru ini viral di medsos? Ida Dayak adalah seorang wanita Suku Dayak Kalimantan yang terkenal karena bisa menyembuhkan patah tulang, sendi geser bahkan lumpuh. Pengobatan ini dilakukan dengan tangan kosong dan bantuan minyak merah. Ternyata pengobatan seperti ini telah ada sejak dulu di Suku Dayak.

Kali ini aku mau memberikan sedikit opiniku tentang fenomena ini. Tapi, aku ga akan berkomentar tentang Bu Ida karena menurut bebrapa orang beliau ini adalah orang sakti dan praktik pengobatannya dibantu hal yang tidak kasat mata. Kalau sudah begini cukup susah untuk dijelaskan secara ilmiah, kan. Jadi, aku akan sedikit berkomentar tentang tanggapan masyarakat.

Beberapa hari yang lalu, aku sedang asik skrol TikTok seperti biasa sampai aku menemukan video Ida Dayak yang sedang mengobati pasiennya yang patah tulang. Aku sendiri terheran-heran kenapa bisa bisa semudah itu mengobati patah tulang. Ketika kuliah aku pernah dikenalkan dengan istilah sangkal putung, yakni praktik membetulkan tulang yang patah tanpa operasi. Namun, praktik ini justru bisa menimbulkan efek samping yang serius karena bisa jadi ada otot atau saraf yang terjepit di tulang ketika proses pembetulan. Aku melihat comment section di video tersebut, aku kira akan ada orang yang pro maupun kontra dalam menanggapi fenomena ini. Ternyata 99% komennya sangat pro. Tapi yang lebih mengejutkan bagi aku adalah, mereka tidak hanya memuji Ida Dayak, tapi sekaligus menyudutkan profesi dokter.

“Baik sekali ibu Ida, mengobati tanpa pamrih, tidak seperti dokter”

“kalau ada banyak pengobatan seperti bu Ida, dokter gulung tikar”

Setelah itu muncul lagi video serupa. Kali ini ada seorang dokter spesialis ortopedi yang memberikan pendapat tentang Ida Dayak. Menurut dokter tersebut, ada beberapa orang yang sendinya memang lentur dan mudah bergerak diluar range of movement-nya Isi komennya sama, menyudutkan profesi dokter.

“kenapa panik dokter? Takut pasiennya pergi semua ya”

“yang penting sehat sembuh berobat ke dokter mahal belum tentu sembuh”

Padahal tujuan dokter ini untuk mengedukasi masyarakat, bukan karena takut pasiennya hilang.

Melihat ini aku kesal. Kenapa masih banyak sekali masyarakat Indonesia yang memiliki pemikiran seperti ini? Padahal, jika membandingkan praktik Ida Dayak dengan operasi patah tulang di rumah sakit tentu saja lebih mahal operasi karena yang menangani adalah dokter dan tenaga medis yang kompeten, alat yang memadai, dan minim efek samping karena dilakukan sesuai SOP yang ada. Mereka juga menyerang edukasi yang diberikan dokter tersebut. Menuduh bahwa dokter itu menggiring opini agar masyarakat tidak berobat ke Ida Dayak.

Aku tutup TikTok dengan semua komentarnya dan membukan sebuah artikel yang juga memberikan pendapatnya tentang fenomena ini. Seteelah membaca artikel itu, rasa kesalku berubah menjadi rasa kasihan. Ternyata, penyebab masyarakat lebih pro terhadap pengobatan tradisional termasuk pengobatan Ida Dayak, karena 2 hal. Pertama karena masalah finansial dan kedua rasa takut terhadap pengobatan modern.

Masyarakat Indonesia yang sebagian besar ekonominya menengah kebawah, merasa biaya pengobatan modern sangat mahal. Bagi mereka, dokter adalah orang yang dengan kemampuannya mengobati bisa meraup keuntungan sebesar-besarnya dari pasien. Padahal, ada banyak sekali kemungkinan yang menyebabkan pengobatan menjadi mahal. Misal biaya pemeriksaan penunjang, obat dan lain-lain. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa pengobatan modern memang mahal. Terutama bagi keluarga yang pendapatannya pas-pas an bahkan kurang. Tidak sedikit dari mereka yang sebenarnya sudah lama ingin berobat ke rumah sakit, namun harus menunggu uang hasil kerja berbulan-bulan agar bisa membayar. Sehingga ketika ada pengobatan tradisional yang murah bahkan gratis, mereka akan lebih memilihnya.

Kedua, masalah takut dengan pengobatan modern. Bagi masyarakat yang tinggal di daerah pedesaan, pedalaman, atau perbatasan, mereka jarang mengenal pengobatan modern. Mereka asing dengan rontgen, operasi, dan obat-obatan. Rasa asing ini yang membuat mereka enggan bahkan takut berobat. Contoh lain adalah dukun beranak yang sudah beroprasi puluhan tahun di sebuah desa. Tiba-tiba dibangun puskesmas baru dengan beberpa dokter dan tenaga medis yang baru pula. Masyarakat cenderung akan tetap memilih dukun beranak karena rasa dekat, familiar, dan aman terhadap dukun beranak tersebut. Sama halnya dengan Ida Dayak. Masyarakat merasa bahwa Ida Dayak lebih dekat dengan mereka secara suku, menyambut dengan ramah, dan terasa seperti diobati keluarga. Mirisnya, rasa aman ini hanyalah sugesti. Sebagian besar dari mereka tidak tahu bahwa kemungkinan efek samping dari praktik ini cukup serius.

Memang tidak ada yang melarang siapapun untuk berobat kemanapun, asal mereka tau betul manfaat dan efek samping yang akan timbul dari pengobatan tersebut. Toh banyak juga pengobatan tradisonal yang terbukti bagus dan efektif. Tapi aku berharap semoga masyarakat bisa lebih melek dan teredukasi tentang pengobatan tradisional mana yang baik, mana yang sebaiknya tidak dilakukan, keadaan seperti apa yang seharusnya tidak diatasi dengan cara tradisional melainkan sudah harus ditangani dengan pengobatan modern.

That’s it, semoga ngerti intinya ya hahah. Kalau pendapat kamu bagaimana?

Share:

0 komentar