What it’s Like to be a Medical Student

        It's been a long, tiring, and shocking year since I was enrolled in medical school. Betul sekalii alhamdulillah aku uda melalui tahun pertama kuliah di program studi kedokteran. Aku tau ini baru tahun pertama dan ga seberapa perjuangannya tapi ini adalah salah satu hal besar dalam hidupku. Aku merasa tahun ini cukup besar struggle-nya dan aku mau mendokumentasikan few things about my first year in medical school so future me could remember and maybe some of you can have a little sneak peek about medical school ^^  

1. Kuliah Pakai Sistem Blok 

        Ini mungkin udah umum diketahui bahwa mahasiswa kedokteran berkuliah dengan sistem blok. Bagi yang belum tau, sistem blok itu sistem yang mengelompokkan suatu tema tertentu di kedokteran. Contohnya blok muskuloskeletal berarti dalam blok itu akan diajarkan otot dan tulang manusia dari segi anatomi, fisiologi, histologi, biokimia, mikrobiologi, dan lain-lain. Intinya semua pembelajaran dalam blok itu akan membahas otot dan tulang manusia. Begitu pula kegiatan kuliah seperti tutorial dan keterampilan medik juga akan membahas materi yang berkaitan dengan otot dan tulang manusia (tutorial dan keterampilan medik aku jelasin nanti yaa). 

        Di setiap akhir blok, akan diadakan ujian akhir atau ujian blok. Kalau di universitasku, ujiannya berupa pilihan ganda dengan 100-130 soal, setiap universitas bisa berbeda kebijakannya. Dalam satu semester biasanya ada 3-4 blok. Jadi ujiannya bukan di akhir semester tapi 1 semester 3-4 kali hehe. Tapi sistem blok ini menurutku pribadi ga terlalu berat dan ga beda jauh sama kuliah biasa. Selain itu sistem blok juga punya kelebihan. Karena ada 1 tema khusus yang dibahas, jadi fokus kita ga terpecah dan pembelajarannya lebih kerasa terintegrasi. 

2. Diskusi Tutorial 

         Satu hal yang paling paling mengejutkan bagi aku ketika masuk ke kedokteran adalah tutorial. Tutorial adalah kegiatan kuliah dimana mahasiswa berkelompok sekitar 10 orang dan didampingi 1 dokter. Nantinya mahasiswa dapat skenario atau kasus dan harus berdiskusi tentang kasus itu dengan mengutarakan pendapat atau mengkritik pendapat mahasiswa lain. Dokter tugasnya hanya menilai tanpa mengajarkan sedikitpun dan nilai yang didapat mahasiswa berasal dari keaktifannya dalam berpendapat. So basically disitu kita yang dituntut aktif sedangkan dosen pasif aja. Berkebalikan banget sama kegiatan belajar mengajar waktu SMA. Kalau kalian tau, saking kagetnya aku dengan metode pembelajaran yang kaya gitu, di awal kuliah aku sempet nangis HAHAHA. Tapi nangisnya bukan waktu tutorial yaa, aku nangis waktu mau tidur gitu karena aku ngerasa itu hal yang memberatkan banget bagi seorang introvert seperti aku T T. Saat itu yang salah memang aku, karena aku bener-bener minim research tentang kuliah kedokteran. 

         Setauku, kebanyakan prodi kedokteran di universitas lain juga menerapkan metode tutorial tapi namanya bisa beda contohnya problem based learning. Di universitasku sendiri tutorial ini punya bobot yang cukup besar di nilai akhir yaitu 45%. Di blok pertama semester 1, aku adalah salah satu anak yang pasif, saat itu aku jarang berpendapat karena takut pendapatku salah, mirip sama pendapat teman, yang berpendapat udah banyak jadi akunya males dan alasan-alasan lainnya. Ketika nilai akhir keluar disitu aku sadar banget kalau keaktifanku berpendapat masih kurang. Padahal aku tau bahwa nilai tutorial itu bobotnya besar. Jujur sedih banget waktu itu tapi ya udah mau gimana kann. 

         Setelah itu baru aku mencari cara biar aku bisa lebih aktif berpendapat. Pertama, aku lebihkan waktu belajarku buat tutorial. Aku cari bahan pendapat dari textbook atau jurnal yang banyak dan kira-kira ga mainstream biar bisa berpendapat beda dari temen lain. Setelah bahanku dirasa cukup, aku latihan buat jelasin bahanku dengan ngomong sendiri. hen I able to explain something clearly, it gives me so much more confident. So I practiced very hard. Karena aku bukan orang yang jago bicara di depan banyak orang, jadi aku harus ngasih effort yang lebih daripada teman-temanku dalam belajar dan latihan berpendapat. Alhamdulillah usahanya berbuah maniez, di blok-blok selanjutnya sampai akhir semester 2 aku sudah jauh lebih aktif dan mendapat nilai keaktifan yang memuaskan banget menurutku hehe. 

3. Keterampilan medik 

         Kalau kalian lihat dokter bisa ngasih jawaban atas keluhan kalian saat konsultasi, bisa tau penyakit kalian, dan bisa ngasih resep obat berarti beliau tau semua itu dari kuliah dosen atau diskusi tutorial. Tetapi kalau kalian lihat dokter atau bahkan perawat bisa menyuntik pasien, memasang alat rekam jantung, menyunat, dan keterampilan-keterampilan lain berarti mereka belajar lewat kuliah keterampilan medik (kalau di universitas lain kadang disebut skill lab). Jadi selain mendengarkan dokter ngajar dan diskusi tutorial, (dan ada praktikum juga kaya prodi lain) di kedokteran juga diajari keterampilan medik. Biasanya kami berkelompok 10 orang, mirip tutorial. Bedanya disini mahasiswa diajari terlebih dahulu oleh dokter. Tentang bagaimana prosedur tindakan pemeriksaan atau pemasangan alat ke pasien. Setelah diajari baru mahasiswa bisa mencoba praktik satu per satu. Pasien disini bisa manusia betulan bisa juga pakai manekin, menyesuaikan keadaan. 

         Kegiatan keterampilan medik ini lebih santai daripada tutorial karena tidak ada penilaian. Selain itu juga karena ini sifatnya praktik, jadi ketika kami mencoba dan melakukan kesalahan biasanya kami malah jadi ketawa-ketawa selama kuliah itu. Dokternya juga maklum kok hehe. Nah tapi walaupun santai, harus tetap serius karena keterampilan medik ini ada ujiannya sendiri namanya OSCE. Jujur aku nulis ini aja agak merinding. Karena memang menakutkan T T. 

         OSCE dilaksanakan setiap akhir blok (kadang juga dirapel di akhir semester). Setiap blok biasanya ada sekitar 3 materi yang diujikan. Nantinya mahasiswa masuk ke sebuah ruangan simulasi untuk melakukan pemeriksaan ke pasien atau manekin berdasarkan materi yang sudah diajarkan dan dinilai oleh seorang dokter. Ujian ini ada waktunya ya, tiap pemeriksaan sekitar 10 menit. Selesai ga selesai harus keluar ruangan kalau waktunya sudah habis. Serem ga kedengarannya? hahaha. Tapi gapapa karena sebanding dengan kepentingannya di dunia kerja nanti. Masa mau memeriksa pasien asal-asalan, kan kasihan pasiennya. 

 4. Harus Bisa Manage Waktu 

         Ini buat kuliah in general sih menurutku. Aku kasih tau kenyataan yang kurang menyenangkan ya. Pasti sebagian dari kalian pernah dengar kalau anak kuliah itu santai. Masuk kuliah siang, setelah itu kosong dan kuliah lagi sore. Malamnya nongkrong dan begitu seterusnya. Aku mau memberi tahu kalau kalian masuk kedokteran tidak akan se santai itu. Prodi kedokteran di hampir semua universitas sudah memaketkan sks mahasiswa tiap semesternya. Jadi mahasiswa tidak bisa minta kuliah hari ini kosong atau masuk siang aja (kecuali kalau ada matkul umum seperti bahasa indonesia atau inggris, biasanya tidak dipaketkan jadi bisa milih waktu kuliahnya). 

         Di tempatku sendiri kuliah pasti dimulai pukul 08.00 pagi dan selesai paling cepat jam 12.00 siang. Kalau ada jadwal praktikum berarti ada tambahan kuliah dari jam 13.00 sampai jam 15.00. Di hari-hari tertentu kadang ada dosen yang berhalangan buat mengajar. Jadi kuliah jam 10.00 reschedule di hari lain. Biasanya kesempatan itu kami gunakan untuk pergi ke cafe atau sekedar ke kos teman. Itupun buat belajar HAHA. Selain jadwal yang cukup padat, kami punya kewajiban untuk belajar tiap hari. Kenapa begitu? aku jelasin ya. Sehari sebelum tutorial harus menyiapkan materi untuk berpendapat. Sehari sebelum keterampilan medik harus membaca buku panduan biar besoknya kalau ditanyai dokter sudah ada gambaran. Sehari sebelum praktikum harus belajar karena sebelum praktikum ada pretest. 

        Di praktikum tertentu, kalau tidak lulus pretest disuruh pulang alias tidak boleh ikut praktikum (aku pernah tapi alhamdulillah pulangnya rame-rame). Intinya mahasiswa kedokteran itu belajar bukan karena rajin tapi untuk bertahan hidup. Tapi tenang, ini hanya berlaku di hari senin-jumat. Sabtu minggu boleh leha-leha. Itu kalau tidak ikut organisasi, kalau ikut organisasi ya cukup berkurang waktu istirahatnya. Itulah kenapa aku bilang time management sangat penting untuk semua mahasiswa terutama mahasiswa kedokteran. 

         Satu hal yang harus kamu percaya, yang survive di kedokteran bukan anak yang cerdas, tapi anak yang rajin. Kecerdasan pasti sangat memudahkan seseorang memahami materi tapi cerdas saja tidak cukup untuk menyelamatkanmu dari remidial-remidial. Kamu harus rajin belajar dan telaten menyiapkan materi setiap hari. Mahasiswa yang cerdas pasti kalah jauh dengan mahasiswa biasa yang rajin. Entah bagaimana tapi di sebagian besar kasus seperti itu. Jangan sampai sudah tidak cerdas ditambah malas yaa huhuu. Untuk bisa rajin belajar setiap hari pasti dibutuhkan time management yang baik juga. Kita dituntut untuk meluangkan waktu belajar mandiri di samping kewajiban kita untuk kuliah, mengerjakan tugas, berorganisasi, membereskan kos, cari makan, dan lain-lain. 

 5. Banyak Ujian

         Walaupun di kedokteran tidak ada UTS dan UAS, hampir setiap hari ada ujian. Ujiannya bukan ujian besar kok, kalau di sekolah mirip seperti ulangan harian. Setiap selesai 1 skenario tutorial, akan ada ujiannya berupa soal pilihan ganda. Sebelum dan sesudah praktikum ada pretest dan posttest. Jadi dalam seminggu minimal ada lah 3 kali ujian. 

        Tapi ga perlu takut karena materi yang keluar masih seputar materi yang diajarkan atau dibahas saat tutorial. Jarang out of the topic walaupun kadang terjadi juga. Yang terpenting adalah telaten belajar. Sekali lagi yang selamat di kedokteran adalah yang rajin bukan yang cuma mengandalkan kecerdasan. 

     That’s it. Pengetahuanku masih minim juga karena baru selesai tahun pertama hehe. Tapi semoga kalian dapat sedikit gambaran tentang kedokteran yaa. Good luck ^^

Share:

0 komentar